Thursday, December 30, 2010

Circus

Pada suatu saat ketika saya masih berumur belasan tahun, ayah dan saya berdiri di antrian untuk membeli tiket pertunjukan sirkus. Akhirnya, hanya tinggal sebuah keluarga di antara kami dan counter tiket. Keluarga tersebut memberikan kesan yang sangat mendalam dalam diri saya. Keluarga itu mempunyai delapan anak, boleh jadi semuanya masih berumur dibawah 12 tahun. Anda bisa mengatakan kalau mereka tidak mempunyai banyak uang. Pakaian mereka tidak mahal, tetapi bersih. Anak-anaknya mempunyai sikap yang sangat baik, semuanya berdiri antri dengan tertib, dua-dua di belakang orang tua mereka, sambil bergandengan tangan. Mereka semua sangat antusias berbicara tentang badut-badut sirkus, gajah, dan hal-hal lain yang akan mereka lihat malam itu. Orang pasti merasa kalau mereka semua belum pernah melihat sirkus sebelumnya. Nampaknya malam itu akan menjadi momen yang sangat penting dalam kehidupan masa remaja mereka.

Sang ayah dan ibu berada di depan, berdiri dengan bangga. Sang ibu memegang tangan suaminya, menatapnya seolah mengatakan, ”Kau adalah ksatriaku dalam pakaian baja yang bersinar.” sang suami tersenyum dan penuh kebanggaan, menatapnya seolah-olah menjawab, ”Memang benar.”

Penjual tiket itu lalu mengatakan harga tiket yang harus di bayar. Istri lelaki tersebut melepaskan tangan suaminya, kepalanya terkulai, bibir lelaki itu nampak mulai gemetar. Sang ayah lalu mendekat sambil memiringkan tubuhnya dan berkata, ”Berapa?”

Kembali penjual tiket itu mengatakan harganya.
Uang lelaki itu tidak cukup untuk membayarnya.
Apa yang akan terjadi seandainya dia berbalik dan mengatakan kepada kedelapan anaknya bahwa dia tidak mempunyai cukup uang untuk membawa mereka melihat sirkus?
Mengetahui apa yang terjadi, ayah saya memasukkan tangan ke saku celananya, mengambil uang 20 dolar dan menjatuhkannya ke lantai. (Kami sama sekali tdak kaya!) Ayah saya membungkuk, mengambil uang tersebut, dan menepuk bahu lelaki itu dan menggatakan, ”Maaf, pak, uang ini jatuh dari saku Anda.”
Lelaki itu mengetahui maksud ayah saya. Jelas dia tidak ingin minta bantuan tetapi yang pasti dia sangat menghargai bantuan tersebut dalam situasi yang putus asa, menyedihkan, dan juga memalukan. Dia menatap mata ayah saya secara langsung, menyambut tangan ayah ke dalam kedua tangannya, menggenggam erat uang 20 dolar tersebut, dan dengan bibir gemetar dan air mata membasahi pipinya, dia menjawab, ”Terima kasih, terima kasih, pak. Uang ini sangat berarti bagi saya dan keluarga saya.”
Ayah saya dan saya kembali masuk ke dalam mobil dan langsung pulang. Kami tidak jadi nonton sirkus malam itu, tetapi kami merasa senang.

2 comments: