Thursday, December 30, 2010

I cried for my brother six times

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,> dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?"
Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan,
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata,
"Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.
Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata,
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak
memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut
masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di
SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi.
Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap
rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut,
"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan
menghela nafas,
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa
membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan
ayah dan berkata,
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,
telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di
dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan
tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang membengkak, dan berkata,
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi
meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh> dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat
tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran
sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17
tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun,
dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan,
"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?
Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh,
seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman
sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum,
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan
mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu?
Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi
mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku
semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku,
"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu
adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku
bagaimana pun penampilanmu..."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut
berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku,
dan terus menjelaskan,
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi
saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi.
Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan
menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20.
Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca
jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih
di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari
seperti gadis kecil di depan ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak
waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum,
"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat
luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang
kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat
mukanya yang kurus, seratus jarum terasa
menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja
di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada
kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak
menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan
tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir
deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23.
Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota.
Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang
tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi
mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu
harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan,
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu
dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya.
Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan
sebagai manajer pada departemen pemeliharaan.
Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk
memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya.
Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer?
Manajer tidak akan pernah harus melakukan
sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu
sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu
tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia
membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi
manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan
dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian
keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:
"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?"
Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia
berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi
seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara
pernikahannya, pembawa acara perayaan itu
bertanya kepadanya,> "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,
"Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah
kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada
dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya
berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan
pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu
dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu
dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan
berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah,
tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama
saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu
memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima
kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini,
di depan kerumunan perayaan ini, air mata
bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Circus

Pada suatu saat ketika saya masih berumur belasan tahun, ayah dan saya berdiri di antrian untuk membeli tiket pertunjukan sirkus. Akhirnya, hanya tinggal sebuah keluarga di antara kami dan counter tiket. Keluarga tersebut memberikan kesan yang sangat mendalam dalam diri saya. Keluarga itu mempunyai delapan anak, boleh jadi semuanya masih berumur dibawah 12 tahun. Anda bisa mengatakan kalau mereka tidak mempunyai banyak uang. Pakaian mereka tidak mahal, tetapi bersih. Anak-anaknya mempunyai sikap yang sangat baik, semuanya berdiri antri dengan tertib, dua-dua di belakang orang tua mereka, sambil bergandengan tangan. Mereka semua sangat antusias berbicara tentang badut-badut sirkus, gajah, dan hal-hal lain yang akan mereka lihat malam itu. Orang pasti merasa kalau mereka semua belum pernah melihat sirkus sebelumnya. Nampaknya malam itu akan menjadi momen yang sangat penting dalam kehidupan masa remaja mereka.

Sang ayah dan ibu berada di depan, berdiri dengan bangga. Sang ibu memegang tangan suaminya, menatapnya seolah mengatakan, ”Kau adalah ksatriaku dalam pakaian baja yang bersinar.” sang suami tersenyum dan penuh kebanggaan, menatapnya seolah-olah menjawab, ”Memang benar.”

Penjual tiket itu lalu mengatakan harga tiket yang harus di bayar. Istri lelaki tersebut melepaskan tangan suaminya, kepalanya terkulai, bibir lelaki itu nampak mulai gemetar. Sang ayah lalu mendekat sambil memiringkan tubuhnya dan berkata, ”Berapa?”

Kembali penjual tiket itu mengatakan harganya.
Uang lelaki itu tidak cukup untuk membayarnya.
Apa yang akan terjadi seandainya dia berbalik dan mengatakan kepada kedelapan anaknya bahwa dia tidak mempunyai cukup uang untuk membawa mereka melihat sirkus?
Mengetahui apa yang terjadi, ayah saya memasukkan tangan ke saku celananya, mengambil uang 20 dolar dan menjatuhkannya ke lantai. (Kami sama sekali tdak kaya!) Ayah saya membungkuk, mengambil uang tersebut, dan menepuk bahu lelaki itu dan menggatakan, ”Maaf, pak, uang ini jatuh dari saku Anda.”
Lelaki itu mengetahui maksud ayah saya. Jelas dia tidak ingin minta bantuan tetapi yang pasti dia sangat menghargai bantuan tersebut dalam situasi yang putus asa, menyedihkan, dan juga memalukan. Dia menatap mata ayah saya secara langsung, menyambut tangan ayah ke dalam kedua tangannya, menggenggam erat uang 20 dolar tersebut, dan dengan bibir gemetar dan air mata membasahi pipinya, dia menjawab, ”Terima kasih, terima kasih, pak. Uang ini sangat berarti bagi saya dan keluarga saya.”
Ayah saya dan saya kembali masuk ke dalam mobil dan langsung pulang. Kami tidak jadi nonton sirkus malam itu, tetapi kami merasa senang.

Kisah kantong plastik dan kentang

Kisah ini diambil dari salah satu TK (taman kanak-kanak) di Australia.

Pada suatu hari guru TK tersebut mengadakan "permainan" menyuruh setiap anak muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang.
Masing-masing kentang tersebut di beri nama berdasarkan nama orang yang di benci, sehingga jumlah kentangnya tidak di tentukan berapa...tergantung jumlah orang2 yg dibenci.

Pada hari yang disepakati masing2 murid membawa kentang dalam kantong
plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka, tiap2 kentang di beri nama sesuai nama orang yang dibenci.

Murid2 harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja
mereka pergi bahkan ke toilet sekalipun selama 1 mingggu. Hari berganti hari, kentang2 pun mulai membusuk, murid2 mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap.

Setelah 1 minggu murid2 TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.

Guru:"Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu?"
Keluarlah keluhan dari murid2 TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang2 busuk tersebut kemanapun mereka pergi. Guru pun menjelaskan apa arti dari "permainan" yang mereka lakukan.

Guru: "Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain." Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemanapun kita pergi. Itu hanya 1 minggu bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup?

"Alangkah tidak nyamannya... .."

Sebaliknya, enak dan nyaman sekali hidup di mana pun dan pergi ke mana pun tanpa membawa rasa kebencian hingga pikiran kita bisa jernih dan terbuka lebar hanya untukmemikirkan hal-hal yang positif saja........

Memaafkan itu jauh lebih baik...

Semoga kita dapat memetik hikmah dari pelajaran adik adik kita ini

Buy a Miracle

Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bias menyelamatkan jiwa Georgi.

Tapi mereka tidak punya biaya untuk itu. Sally mendengar ayahnya berbisik, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang."

Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke lantai dan menghitung secara cermat, tiga kali. Nilainya harus benar-benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian. Tapi dia terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun.

Sally berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal. Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase. Berhasil!
"Apa yang kamu perlukan?" tanya apoteker tersebut dengan suara marah. "Saya sedang berbicara dengan saudara saya." "Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya,"

Sally menjawab dengan nada yang sama. "Dia sakit... dan saya ingin membeli keajaiban."
"Apa yang kamu katakan?," tanya sang apoteker. "Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan jiwanya sekarang... jadi berapa harga keajaiban itu ?"
"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu."

"Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya." Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, "Keajaiban jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?"

"Saya tidak tahu," jawab Sally. Air mata mulai menetes di pipinya. "Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya... tapi saya juga mempunyai uang."

"Berapa uang yang kamu punya ?" tanya pria itu lagi.

"Satu dollar dan sebelas sen," jawab Sally dengan bangga. "Dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini."

"Wah, kebetulan sekali," kata pria itu sambil tersenyum. "Satu dollar dan sebelas sen... harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu". Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian memegang tangan Sally sambil berkata: "Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu."

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal. Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat. Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut.

"Operasi itu," bisik ibunya, "seperti keajaiban. Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya".

Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut, satu dollar dan sebelas sen... ditambah dengan keyakinan.
Pada awalnya manusialah yang menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan, kebiasaanlah yang menentukan tingkah laku manusia.

Ada seorang yang hidupnya amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia tetap rajin membaca.

Suatu hari secara tak sengaja ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan bahwa di sebuah pantai tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda apa saja menjadi emas.

Setelah mempelajari isi buku itu dan memahami seluk-beluk batu tersebut, iapun berangkat menuju pantai yang disebutkan dalam buku kuno itu.

Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila dipegang, seperti halnya bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.

Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu membuangnya ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja.

Satu batu, dua batu, tiga batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut.

Satu hari, dua hari, satu minggu, setahun ia berada di pantai itu.

Kini menggenggam dan membuang batu telah menjadi kebiasaannya.

Suatu hari secara tak sadar, batu yang dicari itu tergenggam dalam tangannya. Namun karena ia telah terbiasa membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang ke laut dalam.

Lelaki miskin itu melanjutkan 'permainannya' memungut dan membuang batu. Ia kini lupa apa yang sedang dicarinya.

Teman, pernahkah kita merasakan kalau hidup ini hanyalah suatu rentetan perulangan yang membosankan? Dari kecil, kita sebenarnya sudah dapat merasakannya, kita harus bangun pagi-pagi untuk bersekolah, lalu pada siangnya kita pulang, mungkin sambil melakukan aktifitas lainnya, seperti belajar, nonton TV, tidur, lalu pada malamnya makan malam, kemudian tidur, keesokkan harinya kita kembali bangun pagi untuk bersekolah, dan melakukan aktifitas seperti hari kemarin, hal itu berulang kali kita lakukan bertahun-tahun !! Hingga akhirnya tiba saatnya

Untuk kita bekerja, tak jauh beda dengan bersekolah, kita harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke kantor, lalu pulang pada sore/malam harinya, kemudian kita tidur, keesokan harinya kita harus kembali bekerja lagi, dan melakukan aktifitas yang sama seperti kemarin, sampai kapan?

Pernahkah kita merasa bosan dengan aktifitas hidup kita?

Kalau ada di antara teman²ku ada yang merasakan demikian, dengarkanlah nasehatku ini :
"Bila hidup ini cuman suatu rentetan perulangan yang membosankan, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan nilai baru di balik setiap peristiwa hidup."

Artinya, jangan melihat aktifitas yang kita lakukan ini sebagai suatu kebiasaan atau rutinitas , karena jika kita menganggap demikian, maka aktifitas kita akan amat sangat membosankan !!

Cobalah maknai setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, mungkin kamu akan menemukan suatu yang baru, sesuatu yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya, "Setiap hari merupakan hadiah baru yang menyimpan sejuta arti."

Tuesday, December 28, 2010

Cerita yang mengharukan (::::must read::::)

Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut.
Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya.
Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah.
Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculanbintik- bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini". Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."


Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email. Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut.Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,..... .. Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakana ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula-mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".

Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan dunia.
Walaupun hidup serba kekuarangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama.
Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.

Monday, December 27, 2010

kekuatan kata-kata

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu.

Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.

Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka
membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka
di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama
liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di
perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di
luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke
dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan
indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik
dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan
perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di
tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan
pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana
terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah."

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil,
sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk didekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.

Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu.

Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah
meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi
sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang
jenazah. Kemu dian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia
bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu
menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala
sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang
diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya?

Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!!!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman
pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu
menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang BUTA bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.

"Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup" kata perawat itu.

Renungan:

Kita percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu, yang mampu
menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan
sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk
menggerakkan setiap anggota tubuh kita, dalam berpikir, dan bertindak.

Kita percaya, dalam kata-kata, tersimpan kekuatan yang sangat kuat.
Dan kita telah sama-sama melihatnya dalam cerita tadi. Kekuatan kata-kata, akan selalu hadir pada kita yang percaya.

Kita percaya, kata-kata yang santun, sopan, penuh dengan motivasi,
bernilai dukungan, memberikan kontribusi positif dalam setiap langkah
manusia. Ujaran-ujaran yang bersemangat, tutur kata yang membangun,
selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang
mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
Menyampaikan keburukan, sebanding dengan setengah kemuraman, namun, menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.

KATA BIJAK HARI INI

Jika Anda membuat seseorang bahagia hari ini, Anda juga membuat dia
berbahagia dua puluh tahun lagi, saat ia mengenang peristiwa itu.
(Sydney Smith) 

Kebahagiaan sebagai pilihan

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


Pada suatu zaman di Tiongkok, hiduplah seorang jenderal besar yang
selalu menang dalam setiap pertempuran. Karena itulah, ia dijuluki "Sang
Jenderal Penakluk" oleh rakyat. Suatu ketika, dalam sebuah pertempuran,
ia dan pasukannya terdesak oleh pasukan lawan yang berkali lipat lebih
banyak.

Mereka melarikan diri, namun terangsak sampai ke pinggir jurang. Pada
saat itu para prajurit Sang Jenderal menjadi putus asa dan ingin
menyerah kepada musuh saja. Sang Jenderal segera mengambil inisiatif, "Wahai
seluruh pasukan, menang-kalah
sudah ditakdirkan oleh dewa-dewa. Kita akan menanyakan kepada para
dewa, apakah hari ini kita harus kalah atau akan menang. Saya akan
melakukan tos dengan keping keberuntungan ini! Jika sisi gambar yang muncul,
kita akan menang. Jika sisi angka yang muncul, kita akan kalah! Biarlah
dewa-dewa yang menentukan!" seru Sang Jenderal sambil melemparkan
kepingnya untuktos.

Ternyata sisi gambar yang muncul! Keadaan itu disambut histeris oleh
pasukan Sang Jenderal, "Hahaha… dewa-dewa di pihak kita! Kita sudah pasti
menang!!!" Dengan semangat membara, bagaikan kesetanan mereka berbalik
menggempur balik pasukan lawan. Akhirnya, mereka benar-benar berhasil
menunggang-langgangkan lawan yang berlipat-lipat banyaknya.

Pada senja pasca-kemenangan, seorang prajurit berkata kepada Sang
Jenderal, "Kemenangan kita telah ditentukan dari langit, dewa-dewa begitu
baik terhadap kita."

Sang Jenderal menukas, "Apa iya sih?" sembari melemparkan keping
keberuntungannya kepada prajurit itu. Si prajurit memeriksa kedua sisi keping
itu, dan dia hanya bisa melongo ketika mendapati bahwa ternyata kedua
sisinya adalah gambar.

Memang dalam hidup ini ada banyak hal eksternal yang tidak bisa kita
ubah; banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak kita. Namun
demikian, pada dasarnya dan pada akhirnya, kita tetap bisa mengubah
pikiran atau sisi internal kita sendiri: untuk menjadi bahagia atau menjadi
tidak berbahagia. Jika bahagia atau tidak bahagia diidentikkan dengan
nasib baik atau nasib buruk, jadi sebenarnya nasib kita tidaklah
ditentukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh diri kita sendiri. Ujung-ujungnya,
kebahagiaan adalah sebuah pilihan proaktif.

"The most proactive thing we can do is to 'be happy'," begitu kata
Stephen R. Covey dalam buku '7 Habits'.(SM)

Sunday, December 26, 2010

Ikatkan Sehelai Pita Kuning Bagiku

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam- malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.

Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya.

Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku.

Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan?

Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya? Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan...kita mesti lihat apa yang akan terjadi..."

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.

Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya...

Dia tidak melihat sehelai pita kuning...

Tidak ada sehelai pita kuning....

Tidak ada sehelai......

Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning....bergantungan di pohon beringin itu...Ooh...seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning...!!!!!!!!!!!!


Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika. Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree", dan ketika album ini di-rilis pada bulan Februari 1973, langsung menjadi hits pada bulan April 1973.

I'm coming home I've done my time And I have to know what is or isn't mine If you received my letter Telling you I'd soon be free Then you'd know just what to do If you still want me If you still want me Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree It's been three long years Do you still want me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree Bus driver please look for me 'Cause I couldn't bare to see what I might see I'm really still in prison And my love she holds the key A simple yellow ribbon's all I need to set me free I wrote and told her please Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree It's been three long years Do you still want me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree Now the whole damn bus is cheering And I can't believe I see A hundred yellow ribbons 'Round the old, the old oak
tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak
tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak
tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak
tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree

Gadis kecil yang Berani Bermimpi

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


Sewaktu Amy Hagadorn berjalan tepat di belokan menuju kelasnya, dia bertabrakan dengan seorang anak laki-laki bertubuh jangkung, murid kelas lima, yang sedang berlari dari arah berlawanan.
"Jangan meleng, bodoh," maki anak itu sambil menghindar dari anak kelas tiga yang bertubuh jauh lebih kecil. Setelah itu, dengan raut wajah sinis anak laki-laki itu berjalan sambil memegangi kaki kanannya, menirukan cara berjalan Amy yang memiliki kaki tidak sempurna.
Amy memejamkan matanya. Jangan pedulikan dia,  katanya dalam hati sambil terus berjalan menuju kelasnya. Akan tetapi sampai saat sekolah usai, Amy tidak dapat melepaskan pikirannya dari ejekan anak laki-laki jangkung itu. Padahal dia bukan satu-satunya anak yang mengejeknya. Rasanya, sejak Amy mulai duduk di kelas tiga, setiap hari pasti ada anak yang mengejeknya. Ada yang mengejek cara bicaranya, ada yang mengejek kelumpuhannya. Amy sampai bosan. Kadang-kadang, bahkan meskipun sedang bersama anak-anak lain di dalam kelas, dia merasa sendirian. Dirumah, di meja makan saat santap malam, Amy hampir tidak berbicara, Ibunya tahu bahwa Amy baru melewati pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah. Itu sebabnya Patti Hagadorn senang mempunyai beberapa kabar baik yang dapat dia ceritakan kepada putrinya.
"Ada lomba permohonan Natal di sebuah stasiun radio," kata ibu Amy. "Tulislah sepucuk surat kepada Santa Claus, maka kau berpeluang mendapat hadiah. Menurutku anak berambut ikal yang pirang di meja makan ini layak mengikutinnya."
Amy terkekeh. Perlombaan itu tampaknya menyenangkan. Dia mulai memikirkan yang paling ingin di mintanya untuk perayaan Natal.
Sebuah senyuman langsung menghiasi wajah Amy begitu gagasan pertama datang kepadanya. Dia langsung mengambil sebatang pensil dan sehelai kertas, dan Amy mulai membuat suratnya. "Dear Santa Claus," tulisnya di ujung kiri atas.
Sewaktu Amy sibuk dengan proyeknya, seluruh anggota keluarga mencoba menebak apa yang diinginkan oleh gadis kecil itu dari Santa Claus. Kakak amy, Jamie, dan ibunya, sama-sama menebak bahwa di urutan paling atas Amy akan meminta sebuah boneka Barbie berukuran satu meter. Ayahnya Amy menebak bahwa gadis kecil itu akan meminta buku gambar, Akan tetapi Amy belum bersedia menyingkapkan permohonan Natalnya. Berikut ini surat Amy kepada Santa Claus, tepat yang di tulisnya pada malam itu:

Dear santa Clause,
Namaku Amy, aku berusia sembilan tahun. Aku mempunyai masalah di sekolah. Dapatkah Anda membantuku, Santa? Anak-anak menertawakan caraku berjalan, caraku berlari, dan caraku berbicara. Aku menderita kelainan yang biasa disebut cerebral palsy.Aku cuma ingin satu hari saja tidak ada orang yang menertawakan atau memperolok aku.

Love,
Amy.

Di stasiun radio WJLT di Fort Wayne, Indiana, surat-surat membanjir dari anak-anak yang mengikuti lomba permohonan Natal. Para pegawainya senang membaca surat-surat yang bersalah dari anak-anak di seluruh kita, berisi permintaan yang berbeda-beda.
Ketika surat Amy tiba di stasiun radio itu, sang manajer, Lee Tobin, membacanya dengan serius. Dia tahu cerebral palsy adalah gangguan otot yang barangkali membingungkan teman-teman sekolah Amy karena mereka tidak memahami cacat seperti itu. Dia berpendapat ada baiknya jika masyarakat Fort Wayne mendengar tentang anak kelas tiga yang istimewa dengan permohonannya yang sangat tidak biasa. Mr. Tobin menghubungi surat kabar setempat.
Keesokan harinya, sebuah foto Amy dan suratnya kepada Santa Claus terpampang di halaman depan surat kabar News Sentinel, Kisah itu menyebar dengan cepat sekali. Di seluruh negeri, surat-surat kabar, stasiun-stasiun radio, dan stasiun-stasiun televisi mengangkat kisah gadis kecil di Fort Wayne, Indiana, yang telah mengajukan sebuah permintaan yang begitu sederhana namun sangat mengesankan sebagai hadiah Natal-sehari saja tanpa olok-olok.
Tiba-tiba tukang pos menjadi pemandangan yang rutin dirumah keluarga Hagadorn. Amplop-amplop beragam ukuran yang dialamatkan kepada Amy datang setiap hari dari anak-anak dan orang dewasa diseluruh negeri. Amplop-amplop itu berisi kartu selamat Natal yang di tambah dengan beberapa ungkapan yang membesarkan hati.
Selama perayaan Natal yang tak terlupakan itu, lebih dari dua ribu orang dari seluruh dunia telah mengirimi Amy surat-surat persahabatan dan dukungan. Amy dan keluarganya membaca setiap surat itu. Sebagian penulisnya adalah para penyandang cacat; yang sebagian pernah di olok-olok sewaktu kanak-kanak.Tiap penulis menyampaikan sebuah pesan khusus bagi Amy. Melalui kartu-kartu dan surat-surat dari orang-orang asing itu,Amy merasakan sebuah dunia yang penuh dengan orang-orang yang sungguh saling peduli. Dia sadar bahwa ejekan seperti apapun tidak akan pernah membuatnya merasa kesepian lagi.
Banyak orang berterima kasih kepada Amy karena telah cukup berani mengungkapkan isi hatinya. Yang lain menganjurkan agar dia tidak usah peduli kepada olok-olok dan terus berjalan dengan wajah tetap tengadah. Lynn, seorang anak kelas enam dari Texas, mengirimkan pesan sebagai berikut :
"Aku ingin menjadi temanmu," tulisnya, "dan kalau kau dapat datang kerumahku,kita bisa bersenang-senang. Tak seorangpun akan memperolok kita, sebab kalau berbuat demikian, kita tidak akan mendengarkan mereka."
Amy mendapatkan keinginannya untuk sebuah hari khusus tanpa olok-olok di South Wayne Elementary School. Selain itu, semua orang di sekolah ini mendapatkan bonus. Guru-guru dan murid-murid berdiskusi betapa buruknya kebiasaan mengolok-olok bagi orang yang menjadi korban.
Tahun itu, walikota Fort Wayne secara resmi mencanangkan tanggal 21 desember sebagai Hari Amy Jo Hagadorn yang berlaku di seluruh kota. Dalam sambutannya sang walikota mengatakan bahwa dengan keberaniannya mengajukan permohonan yang begitu sederhana, Amy telah mengajarkan sebuah pelajaran yang universal.
"Semua orang," kata sang walikota, "ingin dan berhal di perlakukan secara hormat, bermartabat, dan hangat"

By Alan D. Shultz
*cape juga ketiknya x_x*

Hentikan Segala Kekhawatiran

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


"Worry is like a rocking chair. It gives you something to do but doesn't get you anywhere".

Kekhawatiran itu seperti kursi goyang. Dia memberi kita kesibukan, tapi tidak membawa kita ke mana-mana!

Kekhawatiran seringkali dimiliki oleh banyak orang, seperti takut bisnisnya gagal, takut ditipu orang, takut merugi, takut tidak mendapat jodoh dan banyak ketakutan lainnya.

Memiliki kekhawatiran, bukan berarti itu tidak boleh sama sekali.
Namun, hendaknya seseorang mampu memberikan *porsi yang tepat* untuk hal ini. Harus dibedakan antara sikap hati-hati dan sikap takut. Sebab sikap takut tidak akan pernah menghasilkan apapun.

Bertahun-tahun kita khawatir, maka selama itu pula hasil yang kita harapkan menjadi jauh, bahkan seringkali tidak terwujud sama sekali.

"Apa yang kita pikirkan itu yang sedang terjadi, atau akan terjadi".

Kekhawatiran hanya akan membuahkan sikap pasif, kaku, tidak bisa berkata apa-apa, bingung dan tidak bisa melakukan tindakan apapun!

Dengan kata lain, kekhawatiran hanya 'membunuh' kita, seperti kreativitas kita, tindakan-tindakan kita, dan bisa membuat kita menjadi seorang yang apatis. Dan ini berbahaya.

Perasaan *Khawatir*: Hanya ada dua kata untuk yang satu ini : HENTIKAN dan LUPAKAN!

Terlalu banyak orang yang tidak menghasilkan apa-apa akibat buah ketakutan yang berlebihan. Padahal, kalau mau kita menganalisa, tidak ada satu hal pun yang tanpa resiko dalam hidup ini. Bahkan, diamnya kita pun mempunyai resiko tersendiri.

Jika merasa khawatir, cobalah untuk memikirkan *solusi* terbaik yang dapat membantu menghilangkan kekhawatiran.

Ini jauh lebih baik daripada sekedar duduk di 'rocking chair' (kursi goyang) dan terus menggoyang-goyangka n kursi tanpa arah dan tujuan.

Lakukan sekuat tenaga untuk mengurangi kekhawatiran kita dengan mencoba untuk selalu berfikir dan melakukan hal yg positif.

Dengan demikian.. maka setiap hari, setiap saat, dan setiap tindakan kita akan menjadi lebih tenang dan nyaman! DAN pada saat kita merasa nyaman, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak 'karya' yang bisa kita hasilkan!
http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


Seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. "Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?"

"Ha?," kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?"

"Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?"

"Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?" jawab jam penuh keraguan.

"Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?"

"Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu" tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya.

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam. "Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?"

"Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!" kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali.

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita ternyata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Jangan berkata "tidak" sebelum Anda pernah mencobanya.

Racun Penyembuh

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/


Seorang gadis bernama Li-li menikah dan tinggal bersama suami dan ibu mertua. Dalam waktu singkat, Li-li menyadari bahwa ia tidak dapat cocok dengan ibu mertuanya dalam segala hal. Kepribadian mereka berbeda, dan Li-li sangat marah dengan banyak kebiasaan ibu mertua. Li-li juga dikritik terus-menerus. Hari demi hari, minggu demi minggu, Li-li dan ibu mertua tidak pernah berhenti konflik dan bertengkar. Keadaan jadi tambah buruk, karena berdasarkan tradisi Cina, Li-li harus taat kepada setiap permintaan sang mertua.

Semua keributan dan pertengkaran di rumah itu mengakibatkan suami yang miskin itu ada dalam stress yang besar.

Akhirnya, Li-li tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dan dia memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Li-li pergi menemui teman baik ayahnya, Mr Huang, yang menjual jamu.
Li-li menceritakan apa yang dialaminya dan meminta kalau-kalau Mr Huang dapat memberinya sejumlah racun supaya semua kesulitannya selesai.

Mr Huang berpikir sejenak dan tersenyum dan akhirnya berkata, Li-li, saya akan menolong, tapi kamu harus mendengarkan dan melakukan semua yang saya minta.

Li-li menjawab,"Baik, saya akan melakukan apa saja yang anda minta."
Mr Huang masuk kedalam ruangan dan kembali beberapa menit kemudian dengan sekantong jamu.

Dia memberitahu Li-Li, "Kamu tidak boleh menggunakan racun yang be-reaksi cepat untuk menyingkirkan ibu mertuamu, karena nanti orang-orang akan curiga. Karena itu saya memberimu sejumlah jamu yang secara perlahan akan meracuni tubuh ibu mertuamu.
Setiap hari masakkan daging dan kemudian campurkan sedikit jamu ini. Nah, untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mencurigaimu pada waktu ia meninggal, kamu harus berhati-hati dan bertindak dangan sangat baik dan bersahabat. Jangan berdebat dengannya, taati dia, dan perlakukan dia seperti seorang ratu."

Li-Li sangat senang. Dia kembali ke rumah dan memulai rencana pembunuhan terhadap ibu mertua.

Minggu demi minggu berlalu, dan bulan pun berlalu, dan setiap hari, Lili melayani ibu mertua dengan masakan yang dibuat secara khusus. Li-Li ingat apa yang dikatakan Mr Huang tentang menghindari kecurigaan, jadi Li-Li mengendalikan emosinya, mentaati ibu mertua, memperlakukan ibu mertuanya seperti ibu-nya sendiri dengan sangat baik dan bersahabat.

Setelah enam bulan, seluruh rumah berubah. Li-li telah belajar mengendalikan emosi-nya begitu rupa sehingga hampir-hampir ia tidak pernah meledak dalam amarah atau kekecewaan. Dia tidak berdebat sekalipun dengan ibu mertua-nya, yang sekarang kelihatan jauh lebih baik dan mudah ditemani.

Sikap ibu mertua terhadp Li-li berubah, dan dia mulai menyayangi Li-li seperti anaknya sendiri. Dia terus memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa Li-li adalah menantu terbaik yang pernah ditemuinya.
Li-li dan ibu mertuanya sekarang berlaku sepertu ibu dan anak sungguhan.
Suami Li-li sangat senang melihat apa yang telah terjadi.

Satu hari, Li-li datang menemui Mr. Huang dan minta pertolongan lagi.
Dia berkata, "Mr Huang, tolonglah saya untuk mencegah racun itu membunuh ibu mertua saya. Dia telah berubah mencaji wanita yang sangat baik dan saya mengasihinya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak ingin dia mati karena racun yang saya berikan."

Mr. Huang tersenyum dan mengangkat kepalanya. "Li-li, tidak usah khawatir. Saya tidak pernah memberimu racun. Jamu yang saya berikan dulu adalah vitamin untuk meningkatkan kesehatannya.
Satu-satunya racun yang pernah ada ialah didalam pikiran dan sikapmu terhadapnya, tapi semua sudah lenyap oleh kasih yang engkau berikan padanya."

Teman, pernahkah engkau menyadari bahwa sebagaimana perlakukanmu terhadap orang lain akan sama dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap kita ?

Pepatah China berkata: Orang yang mengasihi orang lain akan dikasihi.

Kekayaan, kesuksesan, dan cinta

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah,dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua. Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut."

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"

Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar."

"Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali," kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini."

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama," kata pria itu hampir bersamaan. "Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan", sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. "Sedangkan aku sendiri bernama Cinta. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa di antara kami yang boleh masuk ke rumahmu."

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho... menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen gandum kita."

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Cinta."

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini, Si Cinta menjadi teman santap malam kita."

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa di antara Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."

Si Cinta bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta.

Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si kesuksesan. "Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?"

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Cinta, maka, kemana pun Cinta pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Cinta, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami buta. Dan hanya si Cinta yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Cinta yang Tak Pernah Padam selama 60 Thn

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun tersimpan di dalamnya. Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan petunjuk.
Lalu aku baca tahun “1924″. Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya. Tertulis di sana, “Sayangku Michael”, yang menunjukkan kepada siapa surat itu ditulis yang ternyata bernama Michael. Penulis surat itu menyatakan bahwa ia tidak bisa bertemu dengannya lagi karena ibu telah melarangnya. Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintainya. Surat itu ditandatangani oleh Hannah. Surat itu begitu indah.
Tetapi tetap saja aku tidak bisa menemukan siapa nama pemilik dompet itu. Mungkin bila aku menelepon bagian penerangan mereka bisa memberitahu nomor telepon alamat yang ada pada amplop itu. “Operator,” kataku pada bagian peneragan, “Saya mempunyai permintaan yang agak tidak biasa. Sedang berusaha mencari tahu pemiliki dompet yang saya temukan di jalan. Barangkali anda bisa membantu saya memberikan nomor telepon atas alamat yang ada pada surat yang saya temukan dalam dompet tersebut?”
Operator itu menyarankan agar aku berbicara dengan atasannya, yang tampaknya tidak begitu suka dengan pekerjaan tambahan ini. Kemudian ia berkata, “Kami mempunyai nomor telepon alamat tersebut, namun kami tidak bisa memberitahukannya pada anda.” Demi kesopanan, katanya, ia akan menghubungi nomor tersebut, menjelaskan apa yang saya temukan dan menanyakan apakah mereka berkenan untuk berbicara denganku. Aku menunggu beberapa menit.
Tak berapa lama ia menghubungiku, katanya, “Ada orang yang ingin berbicara dengan anda.” Lalu aku tanyakan pada wanita yang ada di ujung telepon sana, apakah ia mengetahui seseorang bernama Hannah. Ia menarik nafas, “Oh, kami membeli rumah ini dari keluarga yang memiliki anak perempuan bernama Hannah. Tapi, itu 30 tahun yang lalu!” “Apakah anda tahu dimana keluarga itu berada sekarang?” tanyaku. “Yang aku ingat, Hannah telah menitipkan ibunya di sebuah panti jompo beberapa tahun lalu,” kata wanita itu. “Mungkin, bila anda menghubunginya mereka bisa mencaritahu dimana anak mereka, Hannah, berada.” Lalu ia memberiku nama panti jompo tersebut. Ketika aku menelepon ke sana, mereka mengatakan bahwa wanita, ibu Hannah, yang aku maksud sudah lama meninggal dunia. Tapi mereka masih menyimpan nomor telepon rumah dimana anak wanita itu tinggal. Aku mengucapkan terima kasih dan menelepon nomor yang mereka berikan. Kemudian, di ujung telepon sana, seorang wanita mengatakan bahwa Hannah sekarang tinggal di sebuah panti jompo.
“Semua ini tampaknya konyol,” kataku pada diriku sendiri. Mengapa pula aku mau repot-repot menemukan pemilik dompet yang hanya berisi tiga Dollar dan surat yang ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu? Tapi, bagaimana pun aku menelepon panti jompo tempat Hannah sekarang berada. Seorang pria yang menerima teleponku mengatakan, “Ya, Hannah memang tinggal bersama kami.” Meski waktu itu sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta agar bisa menemui Hannah. “Ok,” kata pria itu agak bersungut-sungut, “bila anda mau, mungkin ia sekarang sedang menonton TV di ruang tengah.”
Aku mengucapkan terima kasih dan segera berkendara ke panti jompo tersebut. Gedung panti jompo itu sangat besar. Penjaga dan perawat yang berdinas malam menyambutku di pintu. Lalu, kami naik ke lantai tiga. Di ruang tengah, perawat itu memperkenalkan aku dengan Hannah. Ia tampak manis, rambut ubannya keperak-perakan, senyumnya hangat dan matanya bersinar-sinar. Aku menceritakan padanya mengenai dompet yang aku temukan. Aku pun menunjukkan padanya surat yang ditulisnya. Ketika ia melihat amplop surat berwarna biru lembut dengan bunga-bunga kecil di sudut kiri, ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, “Anak muda, surat ini adalah hubunganku yang terakhir dengan Michael.” Matanya memandang jauh, merenung dalam-dalam. Katanya dengan lembut, “Aku amat-amat mencintainya. Saat itu aku baru berusia 16 tahun, dan ibuku menganggap aku masih terlalu kecil. Oh, Ia sangat tampan. Ia seperti Sean Connery, si aktor itu.” “Ya,” lanjutnya. Michael Goldstein adalah pria yang luar biasa. “Bila kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku selalu memikirkannya, Dan,…….”
Ia ragu untuk melanjutkan, sambil menggigit bibir ia berkata, ……katakan, aku masih mencintainya. Tahukah kau, anak muda,” katanya sambil tersenyum. Kini air matanya mengalir, “aku tidak pernah menikah selama ini. Aku pikir, tak ada seorang pun yang bisa menyamai Michael.” Aku berterima kasih pada Hannah dan mengucapkan selamat tinggal. Aku menuruni tangga ke lantai bawah. Ketika melangkah keluar pintu, penjaga di sana menyapa, “Apakah wanita tua itu bisa membantu anda?” Aku sampaikan bahwa Hannah hanya memberikan sebuah petunjuk, “Aku hanya mendapatkan nama belakang pemilik dompet ini. Aku pikir, aku biarkan sajalah dompet ini untuk sejenak. Aku sudah menghabiskan hampir seluruh hariku untuk menemukan pemilik dompet ini.” Aku keluarkan dompet itu, dompat kulit dengan benang merah disisi-sisinya. Ketika penjaga itu melihatnya, ia berseru, “Hei, tunggu dulu. Itu adalah dompet Pak Goldstein! Aku tahu persis dompet dengan benang merah terang itu. Ia selalu kehilangan dompet itu. Aku sendiri pernah menemukannya dompet itu tiga kali di dalam gedung ini.”
“Siapakah Pak Goldstein itu?” tanyaku. Tanganku mulai gemetar. “Ia adalah penghuni lama gedung ini. Ia tinggal di lantai delapan. Aku tahu pasti, itu adalah dompet Mike Goldstein. Ia pasti menjatuhkannya ketika sedang berjalan-jalan di luar.” Aku berterima kasih pada penjaga itu dan segera lari ke kantor perawat. Aku ceritakan pada perawat di sana apa yang telah dikatakan oleh si penjaga. Lalu, kami kembali ke tangga dan bergegas ke lantai delapan. Aku berharap Pak Goldstein masih belum tertidur. Ketika sampai di lantai delapan, perawat berkata, “Aku pikir ia masih berada di ruang tengah. Ia suka membaca di malam hari. Ia adalah Pak tua yang menyenangkan.” Kami menuju ke satu-satunya ruangan yang lampunya masih menyala. Di sana duduklah seorang pria membaca buku. Perawat mendekati pria itu dan menanyakan apakah ia telah kehilangan dompet. Pak Goldstein memandang dengan terkejut. Ia lalu meraba saku belakangnya dan berkata, “Oh ya, dompetku hilang!” Perawat itu berkata, “Tuan muda yang baik ini telah menemukan sebuah dompet. Mungkin dompet anda?” Aku menyerahkan dompet itu pada Pak Goldstein. Ia tersenyum gembira. Katanya, “Ya, ini dompetku! Pasti terjatuh tadi sore. Aku akan memberimu hadiah.” “Ah tak usah,” kataku. “Tapi aku harus menceritakan sesuatu pada anda. Aku telah membaca surat yang ada di dalam dompet itu dengan harap aku mengetahui siapakah pemilik dompet ini.”
Senyumnya langsung menghilang. “Kamu membaca surat ini?” “Bukan hanya membaca, aku kira aku tahu dimana Hannah sekarang.” Wajahnya tiba-tiba pucat. “Hannah? Kau tahu dimana ia sekarang? Bagaimana kabarnya? Apakah ia masih secantik dulu? Katakan, katakan padaku,” ia memohon. “Ia baik-baik saja, dan masih tetap secantik seperti saat anda mengenalnya,” kataku lembut. Lelaki tua itu tersenyum dan meminta, “Maukah anda mengatakan padaku dimana ia sekarang? Aku akan meneleponnya esok.” Ia menggenggam tanganku, “Tahukah kau anak muda, aku masih mencintainya. Dan saat surat itu datang hidupku terasa berhenti. Aku belum pernah menikah, aku selalu mencintainya.”
“Michael,” kataku, “Ayo ikuti aku.” Lalu kami menuruni tangga ke lantai tiga. Lorong-lorong gedung itu sudah gelap. Hanya satu atau dua lampu kecil menyala menerangi jalan kami menuju ruang tengah di mana Hannah masih duduk sendiri menonton TV. Perawat mendekatinya perlahan.
“Hannah,” kata perawat itu lembut. Ia menunjuk ke arah Michael yang sedang berdiri di sampingku di pintu masuk. “Apakah anda tahu pria ini?” Hannah membetulkan kacamatanya, melihat sejenak, dan terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Michael berkata pelan, hampir-hampir berbisik, “Hannah, ini aku, Michael. Apakah kau masih ingat padaku?” Hannah gemetar, “Michael! Aku tak percaya. Michael! Kau! Michaelku!” Michael berjalan perlahan ke arah Hannah. Mereka lalu berpelukan. Perawat dan aku meninggalkan mereka dengan air mata menitik di wajah kami. “Lihatlah,” kataku. “Lihatlah, bagaimana Tuhan berkehendak. Bila Ia berkehendak, maka jadilah.”
Sekitar tiga minggu kemudian, di kantor aku mendapat telepon dari rumah panti jompo itu. “Apakah anda berkenan untuk hadir di sebuah pesta perkimpoian di hari Minggu mendatang? Michael dan Hannah akan menikah!” Dan pernikahan itu, pernikahan yang indah. Semua orang di panti jompo itu mengenakan pakaian terbaik mereka untuk ikut merayakan pesta. Hannah mengenakan pakaian abu-abu terang dan tampak cantik. Sedangkan Michael mengenakan jas hitam dan berdiri tegak. Mereka menjadikan aku sebagai wali mereka. Rumah panti jompo memberi hadiah kamar bagi mereka.
Dan bila anda ingin melihat bagaimana sepasang pengantin berusia 76 dan 79 tahun bertingkah seperti anak remaja, anda harus melihat pernikahan pasangan ini. Akhir yang sempurna dari sebuah hubungan cinta yang tak pernah padam selama 60 tahun.

Inilah Cinta

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita muda berpenampilan menarik dan bertongkat putih itu dengan hati-hati menaiki tangga. Dia membayar sopir bus lalu, dengan tangan meraba-raba kursi, dia berjalan menyusuri lorong sampai menemukan kursi yang tadi dikatakan kosong oleh si sopir. kemudian ia duduk, meletakkan tasnya dipangkuannya dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.
Setahun sudah lewat sejak Susan, 34, menjadi buta. Gara-gara salah diagnosa dia kehilangan penglihatannya dan terlempar kedunia yang gelap gulita, penuh amarah, frustrasi dan rasa kasihan pada diri sendiri.
Sebagai wanita yang independen, Susan merasa terkutuk oleh nasib mengerikan yang membuatnya kehilangan kemampuan, merasa tak berdaya dan menjadi beban bagi semua orang disekelilingnya. “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi padaku?” dia bertanya-tanya,
hatinya mengeras karena marah. Tetapi, betapapun seringnya ia menangis atau menggerutu atau berdoa, dia mengerti kenyataan yang menyakitkan itu penglihatannya takkan pernah pulih lagi.
Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya selalu optimis. Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya frustrasi. Dia menjadi sangat bergantung pada Mark, suaminya. Mark seorang perwira Angkatan Udara. Dia mencintai Susan dengan tulus.
Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat bagaimana Susan tenggelam dalam keputusasaan. Mark bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang dibutuhkan Susan untuk menjadi mandiri lagi. Latar belakang mi
liter Mark membuatnya terlatih untuk menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah dihadapinya.
Akhirnya Susan merasa siap bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa ke kantornya? Dulu Susan biasa naik bus, tetapi sekarang terlalu takut untuk pergi ke kota sendirian. Mark menawarkan untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka
terletak dipinggir kota yang berseberangan.
Mula - mula, kesepakatan itu membuat Susan nyaman dan Mark puas karena bisa melindungi istrinya yang buta, yang tidak yakin akan bisa melakukan hal-hal paling sederhana sekalipun. Tetapi, Mark segera menyadari bahwa pengaturan itu keliru membuat mereka terburu-buru, dan terlalu mahal. Susan harus belajar naik bus lagi, Mark menyimpulkan dalam hati. tetapi, baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu kepada Susan telah membuatnya merasa tidak enak.
Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Bagaimana reaksinya nanti? Persis seperti dugaan Mark, Susan ngeri mendengar gagasan untuk naik bus lagi. “Aku buta!” tujasnya dengan pahit. “Bagaimana aku bisa tahu kemana aku pergi? Aku merasa kau akan meninggalkanku” Mark sedih mendengar kata-kata itu, tetapi ia tahu apa yang harus dilakukan. Dia berjanji bahwa setiap pagi dan sore, ia akan naik bus bersama Susan, selama masih diperlukan, sampai Susan hafal dan bisa pergi sendiri. Dan itulah yang terjadi. Selama 2 minggu penuh Mark, menggunakan
seragam militer lengkap, mengawal Susan ke dan dari tempat kerja, setiap hari. Dia mengajari Susan bagimana menggantungkan diri pada indranya yang lain, terutama pendengarannya, untuk menemukan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Dia menolong Susan berkenalan dan berkawan dengan sopir-sopir bus dan menyisakan 1 kursi kosong untuknya. Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada hari-hari yang tidak terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung dari bus, atau menjatuhkan tasnya yang penuh berkas di lorong bus. Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu Mark akan naik taksi ke kantornya.
Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelahkan daripada yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum Susan mampu naik bus tanpa dikawal. Mark percaya kepadanya, percaya kepada Susan yang dulu dikenalnya sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya, wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan pernah menyerah.
Akhirnya, Susan memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan perjalanan itu seorang diri. Tibalah hari senin. Sebelum berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi kawannya 1 bus dan sahabatnya yang terbaik. Matanya berkaca-kaca, penuh air mata syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama kalinya mereka pergi kearah yang berlawanan. Senin, Selasa, Rabu, Kamis … Setiap hari dijalaninya dengan
sempurna.
Belum pernah Susan merasa sepuas itu. Dia berhasil ! Dia mampu berangkat kerja tanpa dikawal. Pada hari Jum’at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika dia membayar
ongkos bus sebelum turun, sopir bus itu berkata :”wah, aku iri padamu”. Susan tidak yakin apakah sopir itu bicara kepadanya atau tidak. Lagipula, siapa yang bisa iri pada seorang wanita buta yang sepanjang tahun lalu berusaha menemukan keberanian untk menjalani hidup?
Dengan penasaran, dia berkata kepada sopir, “Kenapa kau bilang kau iri kepadaku?” Sopir itu menjawab, “Kau pasti senang selalu dilindungi dan dijagai seperti itu”. Susan tidak mengerti apa maksud sopir itu. Sekali lagi dia bertanya.”Apa maksudmu?” Kau tahu minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasimu waktu kau turun dari bus. Dia memastikan bahwa kau menyeberang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau wanita yang beruntung”. kata sopir itu.
Air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena meskipun secara fisik tidak dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadirannya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Mark memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu dilihatnya dengan matanya untuk meyakinkan diri, hadiah cinta yang bisa menjadi penerang dimanapun ada kegelapan.

Bagaimana Kita Memandang

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Beberapa tahun yang silam,seorang pemuda terpelajar dari semarang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta . Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si Pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.

" Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?" tanya si Pemuda.
" Oh... Saya mau ke Jakarta terus "connecting flight" ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua" jawab ibu itu.
" Wouw..... hebat sekali putra ibu" pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

" Kalau saya tidak salah ,anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu? Bagaimana dengan kakak-adik adik nya?
" Oh ya tentu " si Ibu bercerita :"Anak saya yang kedua seorang dokter di Malang , yang ketiga Kerja di Perkebunan di Lampung, yang keempat menjadi arsitek di Jakarta, yang kelima menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke enam menjadi Dosen di Semarang."

" Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke enam.
" terus bagaimana dengan anak pertama ibu ?"
Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab,
" anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak". Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar nak"

Pemuda itu segera menyahut, "Maaf ya Bu..... kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di
pekerjaannya, sedang dia menjadi petani "?

Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
" Ooo ...tidak tidak begitu nak....
Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani"

-----
Janganlah kita cepat mengambil kesimpulan dari apa yang kita lihat dan kita rasakan. Karena apa yang kita bayangkan belum tentu benar...

Hadiah Cinta

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Bisa saya melihat bayi saya?" Pinta ibu yang baru melahirkan anaknya, saat bayi diberikan kepadanya, sesuatu yang mengagetkan terjadi, bayi dalam gendongan itu dilahirkan tanpa kedua belah daun telinga, meski begitu si ibu tetap menimang sayang bayinya, waktu membuktikan, meski terlihat aneh dan buruk pendengaran anak itu bekerja dengan sempurna dan dengan kasih sayang dan dorongan semangat orang tuanya, ia menjadi pemuda tampan yang cerdas, ia juga pandai bergaul sehingga disukai teman-temannya, ia juga mengembangkan bakat di bidang musik sehingga tumbuh menjadi remaja pria yang disegani.

Suatu hari ayah lelaki itu bertemu dengan seorang dokter "Saya bisa memindahkan sepasang daun telinga untuk putra bapak, tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan daun telinganya, maka orang tua lelaki itu mulai mencari, siapa yang mau mendonorkan daun telinganya kepada anak mereka, beberapa bulan sudah berlalu, tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki itu,"Nak, seseorang yang tidak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan daun telingannya kepadamu, kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk operasi, namun semua ini sangatlah rahasia" kata si ayah.

Operasi berjalan dengan sukses, wajahnya yang tampan, ditambah kini sudah punya daun telinga membuat ia terlihat menawan, ditambah bakat musiknya, dia makin disegani dan mampu meraih menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Kecerdasannya kemudian membuat ia diterima bekerja sebagai diplomat, ia sangat ingin berterimakasih kepada orang yang mendonorkan daun telinga "Ya aku harus mengetahui, siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua kepadaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya"

Ayah yakin kau tidak bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan daun telinga itu, setelah terdiam sesaat, ayahnya melanjutkan "sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini. Tahun berganti rahasia tetap tersimpan rapi, hingga suatu hari sesuatu yang menyedihkan bagi keluarga itu terjadi.

Pada hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenasah ibunya yang baru saja meninggal, dengan perlahan ayah membelai rambut ibu yang terbujur kaku lalu menyibaknya sehingga sesuatu yang mengejutkan si anak terjadi, ternyata si ibu tidak memiliki daun telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya dan tak seorangpun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Melihat kenyataan bahwa daun telinga ibunya yang didonorkan, meledaklah tangis si anak, ia merasakan bahwa cinta sejati ibunyalah yang membuat ia bisa seperti saat ini.

---

Cinta sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui namun pada apa yang telah dikerjakan tapi tidak diketahui. Kisah pengorbanan ibu tadi adalah wujud sebuah cinta sejati yang tidak bisa dinilai dan digantikan dengan apapun. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni, cinta seorang ibu kepada anaknya tanpa pamrih.

Mari tebarkan cinta dengan ketulusan dan keiklasan, kita akan menemukan kebahagiaan sejati.

Katak dan Hujan

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Katak dan Hujan

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak
ketika langit tiba-tiba gelap.
"Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?"
ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya.
Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita.
Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan
anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup
kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan.
Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan
menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita
tunggu-tunggu? " tanya
     si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu
juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu
menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati
tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.
"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian
menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi
bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh
induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!"
ucapnya sambil terus memejamkan mata.

"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu
tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah.
Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena
hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba
mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan
dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia
berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!"


     ***************
     Pesan Moril :

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia
tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh
dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan.
Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin
yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal,
itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan
sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu,
pasti akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama
kesukaran ada kemudahan. 

Telah dibayar lunas dengan segelas susu

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan
dari pintu ke pintu, menemukan bahwa di kantongnya hanya tersisa
beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar.

Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah
berikutnya.
Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda
membuka pintu rumah.
Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas
air.

Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut
pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu.
Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, "berapa
saya harus membayar untuk segelas besar susu ini ?"
Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar apapun".
"Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaika n" kata
wanita itu menambahkan.
Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata :" Dari dalam
hatiku aku berterima kasih pada anda."

Sekian belas tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang
sangat kritis.
Para dokter di kota itu sudah tidak sanggup menanganinya.

Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter
spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk melakukan pemeriksaan.
Pada saat ia mendengar nama kota asal si wanita tersebut,terbersit
seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly.
Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumah sakit, menuju
kamar si wanita tersebut.

Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu.
Ia langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang.
Ia kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan
upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia
selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh kemenangan..
. Wanita itu sembuh !!.
Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh
tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan.
Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar
tagihan, dan kemudian mengirimkannya ke kamar pasien.

Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa
ia tak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil
seumur hidupnya.
Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada
sesuatu yang menarik perhatuannya pada pojok atas lembar tagihan
tersebut.
Ia membaca tulisan yang berbunyi.. "Telah dibayar lunas dengan segelas
besar susu.."
tertanda, DR Howard Kelly.

Air mata kebahagiaan membanjiri matanya.

Sebuah Penantian Yang Panjang

http://www.greenwarmsoul.blogspot.com/

Di sebuah kota kecil yang tenang dan indah, ada sepasang pria dan wanita yang saling mencintai. Mereka selalu bersama memandang matahari terbit di puncak gunung, bersama di pesisir pantai menghantar matahari senja. Setiap orang yang bertemu dengan mereka tidak bisa tidak akan menghantar pandangan kagum dan doa bahagia.

Mereka saling mengasihi satu sama lain. Namun pada suatu hari, malang sang lelaki mengalami luka berat akibat sebuah kecelakaan. Ia berbaring di atas ranjang pasien beberapa malam tidak sadarkan diri di rumah sakit. Siang hari sang wanita menjaga di depan ranjang dan dengan tiada henti memanggil-manggil kekasih yang tidak sadar sedikitpun. Malamnya ia ke gereja kecil di kota tersebut dan tak lupa berdoa kepada Tuhan agar kekasihnya selamat. Air matanya sendiri hampir kering karena menangis sepanjang hari.

Seminggu telah berlalu, sang lelaki tetap pingsan tertidur seperti dulu, sedangkan si wanita telah berubah menjadi pucat pasi dan lesu tidak terkira, namun ia tetap dengan susah payah bertahan dan akhirnya pada suatu hari Tuhan terharu oleh keadaan wanita yang setia dan teguh itu, lalu IA memutuskan memberikan kepada wanita itu sebuah pengecualian kepada dirinya. Tuhan bertanya kepadanya:"Apakah kamu benar-benar bersedia menggunakan nyawamu sendiri untuk menukarnya?" . Si wanita tanpa ragu sedikitpun menjawab:"Ya" . Tuhan berkata:"Baiklah, Aku bisa segera membuat kekasihmu sembuh kembali, namun kamu harus berjanji menjelma menjadi kupu-kupu selama 3 thn. Pertukaran seperti ini apakah kamu juga bersedia?". Si wanita terharu setelah mendengarnya dan dengan jawaban yang pasti menjawab:"saya bersedia!".

Hari telah terang. Si wanita telah menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Ia mohon diri pada Tuhan lalu segera kembali ke rumah sakit. Hasilnya, lelaki itu benar-benar telah siuman bahkan ia sedang berbicara dengan seorang dokter. Namun sayang, ia tidak dapat mendengarnya sebab ia tak bisa masuk ke ruang itu. Dengan di sekati oleh kaca, ia hanya bisa memandang dari jauh kekasihnya sendiri. Beberapa hari kemudian, sang lelaki telah sembuh. Namun ia sama sekali tidak bahagia. Ia mencari keberadaan sang wanita pada setiap orang yang lewat, namun tidak ada yang tahu sebenarnya sang wanita telah pergi kemana. Sang lelaki sepanjang hari tidak makan dan istirahat terus mencari. Ia begitu rindu kepadanya, begitu inginnya bertemu dengan sang kekasih, namun sang wanita yang telah berubah menjadi kupu-kupu bukankah setiap saat selalu berputar di sampingnya? hanya saja ia tidak bisa berteriak, tidak bisa memeluk. Ia hanya bisa memandangnya secara diam-diam.

Musim panas telah berakhir, angin musim gugur yang sejuk meniup jatuh daun pepohonan. Kupu-kupu mau tidak mau harus meninggalkan tempat tersebut lalu terakhir kali ia terbang dan hinggap di atas bahu sang lelaki. Ia bermaksud menggunakan sayapnya yang kecil halus membelai wajahnya, menggunakan mulutnya yang kecil lembut mencium keningnya. Namun tubuhnya yang kecil dan lemah benar-benar tidak boleh di ketahui olehnya, sebuah gelombang suara tangisan yang sedih hanya dapat di dengar oleh kupu-kupu itu sendiri dan mau tidak mau dengan berat hati ia meninggalkan kekasihnya, terbang ke arah yang jauh dengan membawa harapan. Dalam sekejap telah tiba musim semi yang kedua, sang kupu-kupu dengan tidak sabarnya segera terbang kembali mencari kekasihnya yang lama di tinggalkannya. Namun di samping bayangan yang tak asing lagi ternyata telah berdiri seorang wanita cantik. Dalam sekilas itu sang kupu-kupu nyaris jatuh dari angkasa. Ia benar-benar tidak percaya dengan pemandangan di depan matanya sendiri. Lebih tidak percaya lagi dengan omongan yang di bicarakan banyak orang.

Orang-orang selalu menceritakan ketika hari natal, betapa parah sakit sang lelaki. Melukiskan betapa baik dan manisnya dokter wanita itu. Bahkan melukiskan betapa sudah sewajarnya percintaan mereka dan tentu saja juga melukiskan bahwa sang lelaki sudah bahagia seperti dulu kala dsb. Sang kupu-kupu diam-diam sedih. Beberapa hari berikutnya ia seringkali melihat kekasihnya sendiri membawa wanita itu ke gunung memandang matahari terbit, menghantar matahari senja di pesisir pantai. Segala yang pernah di milikinya dahulu dalam sekejap tokoh utamanya telah berganti seorang wanita lain sedangkan ia sendiri selain kadangkala bisa hinggap di atas bahunya, namun tidak dapat berbuat apa-apa.

Musim panas tahun ini sgt panjang, sang kupu-kupu setiap hari terbang rendah dengan tersiksa dan ia sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk mendekati kekasihnya sendiri. Bisikan suara antara ia dengan wanita itu, ia dan suara tawa bahagianya sudah cukup membuat embusan napas dirinya berakhir, karenanya sebelum musim panas berakhir, sang kupu-kupu telah terbang berlalu.Bunga bersemi dan layu. Bunga layu dan bersemi lagi.Bagi seekor kupu-kupu waktu seolah-olah hanya menandakan semua ini. Musim panas pada tahun ketiga, sang kupu-kupu sudah tidak sering lagi pergi mengunjungi kekasihnya sendiri. Sang lelaki bekas kekasihnya itu mendekap perlahan bahu si wanita, mencium lembut wajah wanitanya sendiri. Sama sekali tidak punya waktu memperhatikan seekor kupu-kupu yang hancur hatinya apalagi mengingat masa lalu. Tiga tahun perjanjian Tuhan dengan sang kupu-kupu sudah akan segera berakhir dan pada saat hari yang terakhir, kekasih si kupu-kupu melaksanakan pernikahan dengan wanita itu. Dalam gereja kecil telah di penuhi orang-orang. Sang kupu-kupu secara diam-diam masuk ke dalam dan hinggap perlahan di atas pundak Tuhan.

Ia mendengarkan sang kekasih yang berada di bawah berikrar di hadapan Tuhan dengan mengatakan:" saya bersedia menikah dengannya!". Ia memandangi sang kekasih memakaikan cincin ke tangan wanita itu, kemudian memandangi mereka berciuman dengan mesranya lalu mengalirlah air mata sedih sang kupu-kupu.

Dengan pedih hati Tuhan menarik napas:"Apakah kamu menyesal?". Sang kupu-kupu mengeringkan air matanya:"Tidak" . Tuhan lalu berkata di sertai seberkas kegembiraan: "Besok kamu sudah dapat kembali menjadi dirimu sendiri". Sang kupu-kupu menggeleng-gelengkan kepalanya:"Biarkanlah aku menjadi kupu-kupu seumur hidup".

Ada beberapa kehilangan merupakan takdir.

Ada beberapa pertemuan yang tidak akan berakhir selamanya.

Mencintai seseorang tidak harus memiliki, namun memiliki seseorang maka harus baik-baik mencintainya.