Showing posts with label kumpulan cerita inspiratif. Show all posts
Showing posts with label kumpulan cerita inspiratif. Show all posts

Tuesday, April 30, 2013

Kasih Ibu dan Tiga Karung Berasnya

Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggallah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja di sawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa ke kantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut dan kemudian berkata kepada ibunya: "Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja di sawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa ke sana".

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga ke sekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa ibunya datang ke kantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : "Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, di sini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk ke dalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras di rumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !". Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya Bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk di atas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja di sawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan ke sekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu, sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru-buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya dan akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing Hua dengan nilai 627 point.

Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk di atas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi di sana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.

Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik ke atas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat ke belakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku..................”

Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang zaman dan sepanjang kenangan." Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagiaan serta sukses di masa depannya.

Sumber : generasi minyak anggur/lh3

Sebuah Hadiah Dari Tuhan : Sahabat

Hari itu adalah hari pertama saya masuk SMA, saya melihat seorang anak dari kelas saya pulang sekolah dengan membawa semua bukunya. Namanya Kyle. Saya berpikir, “Mengapa dia membawa pulang semua bukunya di hari Jumat? Pasti dia orang yang aneh.”

Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandangan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu saya dan kembali berjalan pulang.

Dalam perjalanan, saya melihat beberapa anak lain berlari melewati Kyle dan menyenggolnya. Kyle terjatuh, buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar sepuluh kaki di belakangannya. Saya melihat matanya terlihat sangat sedih. Hati saya merasa kasihan, jadi saya mendekatinya dan membantunya bangun.

Saat saya menemukan kaca matanya dan memberikan kepadanya, saya berkata, “Anak-anak itu pecundang. Mereka harusnya agak menjauh tadi.” Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Terlihat sebuah senyum yang besar di wajahnya.

Senyum itu benar-benar tulus yang mengungkapkan rasa terima kasih. Saya membantunya memunguti bukunya yang berhamburan, dan bertanya dimana dia tinggal. Ternyata dia tinggal tidak jauh dari saya. Tapi saya belum pernah melihat dia di lingkungan saya sebelumnya, jadi saya bertanya. Kyle mengatakan dia sebelumnya mengikuti sekolah khusus.

Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”

Semakin saya mengenal Kyle, semakin saya suka dengannya. Selama empat tahun kemudian,  kami menjadi teman baik. Hingga hari kelulusan menjelang, Kyle yang lulus dengan nilai terbaik diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan. Saya sangat bersyukur, bukan saya yang diminta untuk menyampaikan pidato itu.

Pada hari kelulusan saya bertemu dengan Kyle. Dia terlihat sangat hebat. Dia adalah salah satu dari pria-pria yang favorit semasa SMA. Sangat bersemangat dan terlihat gagah dengan kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya.

Saya lihat dia sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya pukul dia dari belakang, “Hei bung, kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. “Terima kasih,” ungkapnya.

Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas panjang dan mulai berkata, “Kelulusan adalah waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat. Orang tua Anda, guru Anda, saudara Anda, mungkin pelatih.., tetapi yang terutamama adalah teman-teman.

Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda.”

Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan rasa tidak percaya, ketika ia menceritakan perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh dengan buku-bukunya itu. Saat itu dia sedang merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu itu.

Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus pada saya dan tersenyum, “Untunglah saya diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan sesuatu yang tidak terkatakan.”

Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi pria gagah yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunya memandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.

Jangan pernah menganggap remeh tindakan-tindakan kecil Anda yang Anda lakukan, karena tanpa Anda sadari hal tersebut mengubah kehidupan orang lain. Tuhan menaruh dalam hidup setiap oprang untuk memberi dampak bagi kehidupan orang lain dengan berbagai cara yang unik.

Jadi setiap kali Anda melihat kesempatan untuk berbuat baik, lakukanlah dengan sebuah ketulusan dan sukacita. Anda tidak akan pernah tahu bahwa senyuman Anda atau uluran tangan Anda telah menyelamatkan jiwa seseorang.

Monday, April 29, 2013

Petani dan Anjingnya

Ada seorang petani yang punya seekor anjing yang sering duduk di pinggir jalan dan menunggu kendaraan lewat. Begitu ada mobil yang lewat, anjing itu biasanya langsung lari dan mengejarnya sambil terus menggonggong. Suatu hari, seorang tetangga itu bertanya pada petani tersebut “Apakah menurutmu anjing itu suatu saat akan berhasil menangkap sebuah mobil yang dikejarnya?”

Petani itu menjawab, “Bukan itu yang saya kuatirkan. Apa yang mengganggu pikiran saya adalah apa yang akan dia lakukan jika ia bisa mendapatkan satu mobil saja?”


Banyak orang terkadang bertingkah seperti anjing itu dalam hidupnya, mengejar sesuatu tanpa tujuan yang jelas. Jika Anda mengejar sesuatu atau target Anda harus memiliki tujuan yang jelas. Hal ini Anda bisa lakukan dengan cara SMART (bijak/pintar), caranya adalah:


Specific - spesifik, terinci. Buatlah sebuah tujuan yang jelas dan terperinci. Jangan hanya gambaran umum, buatlah serinci mungkin.


Measurable - dapat di ukur. Jika Anda tidak dapat mengukurnya, Anda tidak akan pernah dapat mencapainya. Ukuran adalah sebuah cara untuk Anda memonitor apakah Anda telah melakukan sebuah kemajuan atau tidak.


Achievable – dapat diraih. Ini artinya bahwa target Anda adalah sesuatu yang bisa di raih dan cukup menantang untuk meraihnya.


Realistic – realistis. Jika Anda mencoba menjadi seorang milyader dalam waktu hanya satu bulan, hal seperti ini bukanlah sesuatu yang realistis.


Time bound – ada tenggat waktu. Anda harus membuat tenggat waktu, dari tanggal memulainya hingga tanggal pencapaiannya. Tanpa tenggat waktu, Anda tidak akan memiliki motivasi dan disiplin dalam mencapainya.

Perlombaan kehidupan

Pasti Anda pernah mendengar fable tentang perlombaan lari antara kura-kura dan kelinci, jadi saya persingkat dengan mengingatkan Anda bahwa perlombaan itu dimenangkan oleh si kura-kura. Dari perlombaan itu, kura-kura mengajar sang kelinci bahwa ketekunan itu lebih penting dari pada kecepatan. Dan kehidupan memiliki prinsip yang sama, hidup ini lebih mirip lomba lari marathon dari pada sprint.
Orang yang berlari sprint, memenangkan lari cepat seratus meter – namun ia bisa saja kalah dalam lomba marathon, karena dalam perlombaan marathon dibutuhkan ketekunan. Seorang pebisnis bernama John Capozzi menulis dalam bukunya yang berisi kumpulan pepatah prinsip-prinsip yang serupa:
Perlombaan itu tidak selalu dimenangkan oleh pelari tercepat, namun, terkadang oleh mereka yang terus berlari.
Menghindari jalan pintas. Jalan pintas itu menghabiskan terlalu banyak waktu bila ditinjau dari ukuran jangka panjang.
Jadi, mari hari ini kita bertobat dari dosa sang kelinci: kesombongan dan ketergesa-gesaan. Dosa yang paling sulit untuk kita sadari adalah kesombongan. Kita tidak pernah sadar bahwa ada jebakan dosa kesombongan dalam ketergesa-gesaan. Kita terperangkap dalam kekurangan waktu, dan seringkali bangga akan hal itu. Pada hal kesibukan kita tidak menunjukkan produktivitas kita.
Ingatlah bahwa Tuhan bukanlah pribadi yang tergesa-gesa. Dia mengendalikan waktu dengan baik. Bagaimana kita bisa tahu hal itu? Kita bisa lihat dari kehidupan Yesus. Dia tidak tergesa-gesa menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya sewaktu ia masih berumur 12 tahun (Lukas 2:42-51). Bisa saja Ia melakukannya, namun tidak, Yesus menunggu hingga Ia berumur 30 tahun. Sekalipun Ia hanya memiliki waktu tiga setengah tahun untuk melayani umat Tuhan dan memuridkan ke dua belas muridnya, namun waktu yang tiga setengah tahun itu menjadi waktu yang paling efektif. Dalam tiga setengah tahun itu Yesus menggenapi kehendak Bapa.

Jalani kehidupan dengan ketekunan dan kepekaan akan waktu Tuhan, jangan dalam ketergesaan.

Pengakuan Seorang Gadis Cacat

Seorang penulis bernama Marry Ann Bird mengisahkan tentang masa kecilnya yang begitu menyentuh dalam bukunya Whisper Test. Dia menulis, “Saya bertumbuh dengan keadaan sadar betul bahwa saya berbeda, dan saya membencinya. Saya lahir dengan keadaan langit-langit mulut tidak sempurna, dan ketika saya mulai sekolah, teman sekolah saya membuat saya sadar betul bagaimana mereka melihat saya: seorang gadis kecil dengan cacat di bibirnya, hidung yang bengkok, gigi miring, dan cara bicara yang aneh.”

“Ketika teman sekelas saya bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan bibirmu?’ Saya akan mengatakan kepada mereka bahwa saya jatuh dan sepotong kaca membuat bibir saya seperti ini. Bagaimanapun lebih mudah diterima cerita mengalami kecelakaan daripada saya dilahirkan dalam keadaan yang berbeda. Saya begitu yakin bahwa tidak ada yang bisa mengasihi saya selain keluarga saya.” “Hingga suatu saat, ada seorang guru di kelas dua yang begitu kami kagumi – namanya Ibu Leonard. Dia pendek, bulat namun periang – seorang wanita yang mempesona.”

Secara rutin, sekolah kami melakukan tes pendengaran. Bu Leonard memberikan tes pendengaran kepada setiap anak di kelas, dan akhirnya tiba giliran saya. Saya tahu bagaimana tes pendengaran dilakukan karena sudah pernah mengalaminya di kelas satu. Kami berdiri menghadap pintu dan menutup satu telinga, dan guru duduk dimejanya dan akan membisikkan sesuatu dimana kami harus mengulanginya kembali – seperti “langit berwarna biru” atau “Apakah Anda memiliki sepatu baru?” Saya menunggu kalimat apa yang Tuhan taruh di mulutnya. Kemudian dia mengucapkan tujuh kata yang mengubah hidup saya, “Saya harap kamu adalah gadis kecil saya.” (Dikutip dari Larson, hal 90).

Seperti Mary Ann Bird, setiap orang dilahirkan dengan sebuah kekurangan. Namun mari kita belajar seperti Ibu Leonard, tidak melihat kekurangan dari hidup orang lain namun menyatakan kasih yang tulus sebab setiap orang berharga dan mulia di hadapan Tuhan.

Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.
Yesaya 43:4